Setiap manusia pasti memiliki rasa cinta, karena manusia diciptakan sempurna bisa berfikir, memiliki akal budi, dan saling membutuhkan. Manusia yang lahir dilengkapi dengan rasa cinta. Entah itu cinta pada diri sendiri, benda atau pun orang lain. Cinta yang terbesar didunia ini adalah cinta Tuhan pada kita dan semua mahluk didunia. Tuhan memberi kita hidup untuk mati. Tuhan memberi kita kesengsaraan untuk kebahagiaan. Tuhan memberi kita tugas yang harus kita pelajari. Sangat Sayang Tuhan pada kita.
CintaNya membuat kita bisa bernafas, CintaNya menbuat kita dapat bahagia, CintaNya membuat kita damai. Cinta Tuhan tak terhingga Cinta Manusia hanya sebatas rasa kagum,rasa suka,rasa hormat,rasa cinta pada orang lain(teman ataupun pasangan). Cinta manusia tidak dapat mengalahkan cinta Tuhan.
Tuhan menunjukan cintaNya pada kita dengan bayak cara, termasuk bencana-bencana. Bukan Tuhan kejam, bukan Tuhan tega, tapi Tuhan ingin kita belajar dan mengerti. Bencana memang sangat merugikan tapi Tuhan mau kita bisa tabah dan belajar menerima dan bersyukur. Belajar menolong orang lain, mengasah kepekaan hati kita, menguji kita dengan cobaan orang lain. Bukan hanya menguji mereka yang terken bencana tetapi juga menguji kita sebagai manusia yang diberi cinta. Apakah cinta kita terpakai dengan baik untuk sesama?Cinta manusia yang membuat kita mau menolong orang lain.
Cinta bukan hanya membicarakan dua insan yanng saling terikat perasaan sayang yang mendalam.Tapi Cinta juga bersifat universal. Kita harus mengasah rasa cinta kita pada sesama agar cinta kita menjadi cinta yang besar.
Apa saja yang telah anda kerjakan hari ini? Anda bangun tidur, lalu Salat Subuh (bagi yang Islam dan menjalankan salat). Mungkin ada sedikit waktu merapikan kamar sebelum mandi dan sarapan, lalu berangkat menjalankan aktivitas luar rumah, ketemu orang-orang di jalan, ngobrol, kerja, dan seterusnya.
Pernahkah anda berpikir, buat apa semua rutinitas itu kita lakukan? Buat apa anda mendesain sebuah webpages (kalau anda seorang web designer), menghitung laba-rugi (kalau anda seorang akuntan), dan lain-lain, termasuk buat apa saya dan weblogger lain mau repot-repot membikin dan mengisi halaman blognya? Benarkah sekadar mencari penghasilan material? Kepuasan batin? Naluri sebagai hewan primata berkecerdasan tinggi buat memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang tiada pernah terpuaskan? Atau sebuah laku ibadah yang musti dijalani sebagai umat dari Sang Maha Pencipta?
Abraham Maslow (1908-1970) adalah seorang psikolog yang mencoba menemukan jawaban sistematis atas pertanyaan tersebut melalui teorinya yang tersohor, yakni teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, kunci dari segala aktifitas manusia adalah keinginannya untuk memuaskan kebutuhan yang selalu muncul dan muncul. Kebutuhan manusia terdiri atas lima lapis berjenjang vertikal yaitu (dari bawah) : kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan akan rasa aman dan kepastian (safety and security needs), kebutuhan akan cinta dan hubungan antar manusia (love and belonging needs), kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan (esteem needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs).
Maslow menyusun lima jenis kebutuhan tersebut secara berjenjang karena, seperti yang dia amati, beberapa kebutuhan baru menampakkan diri ketika kebutuhan pada level bawahnya terpenuhi, dan sebaliknya. Sebagai contoh, kalau anda seorang pengangguran tak berduit dan tidak ada orang yang bersedia menanggung kebutuhan hidup kamu padahal perut sangat lapar, pikiran kamu akan dipenuhi keinginan untuk memperoleh makanan (kebutuhan fisiologis) dan cenderung untuk melepaskan sementara kebutuhan lain, misalnya kebutuhan akan rasa aman (anda nyolong bakpao di pasar dengan risiko digebuki massa), atau kebutuhan akan rasa harga diri (berapa sih harga diri yang anda korbankan dengan menjadi maling bakpao?). orang Jawa melukiskan keadaan ini dengan istilah “Wong ngelih pikirane ngalih”.
Maslow menyusun lima jenis kebutuhan tersebut secara berjenjang karena, seperti yang dia amati, beberapa kebutuhan baru menampakkan diri ketika kebutuhan pada level bawahnya terpenuhi, dan sebaliknya. Sebagai contoh, kalau anda seorang pengangguran tak berduit dan tidak ada orang yang bersedia menanggung kebutuhan hidup kamu padahal perut sangat lapar, pikiran kamu akan dipenuhi keinginan untuk memperoleh makanan (kebutuhan fisiologis) dan cenderung untuk melepaskan sementara kebutuhan lain, misalnya kebutuhan akan rasa aman (anda nyolong bakpao di pasar dengan risiko digebuki massa), atau kebutuhan akan rasa harga diri (berapa sih harga diri yang anda korbankan dengan menjadi maling bakpao?). orang Jawa melukiskan keadaan ini dengan istilah “Wong ngelih pikirane ngalih”.
Kebutuhan fisiologis (physiological needs) adalah kebutuhan yang paling mendasar. Oksigen untuk bernapas, air untuk diminum, makanan, tidur, buang hajat kecil maupun besar, dan seks merupakan contoh kebutuhan fisiologis.
Segera setelah kebutuhan dasar terpenuhi, orang mulai ‘cari-cari’. Kebutuhan level kedua, yakni kebutuhan akan rasa aman dan kepastian (safety and security needs) muncul dan memainkan peranan dalam bentuk mencari tempat perlindungan, membangun privacy individual, mengusahakan keterjaminan finansial melalui asuransi atau dana pensiun, dan sebagainya.
Kebutuhan level ketiga adalah kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (love and belonging needs). Ketika kita menginginkan sebuah persahabatan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan yang lebih bersifat pribadi seperti mencari kekasih atau memiliki anak, itu adalah pengaruh dari munculnya kebutuhan ini setelah kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi.
Level keempat dalam hirarki adalah kebutuhan akan penghargaan atau pengakuan (esteem needs). Maslow membagi level ini lebih lanjut menjadi dua tipe, yakni tipe bawah dan tipe atas. Tipe bawah meliputi kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, perhatian, reputasi, kebanggaan diri, dan kemashyuran. Tipe atas terdiri atas penghargaan oleh diri sendiri, kebebasan, kecakapan, keterampilan, dan kemampuan khusus (spesialisasi). Apa yang membedakan kedua tipe adalah sumber dari rasa harga diri yang diperoleh. Pada self esteem tipe bawah, rasa harga diri dan pengakuan diberikan oleh orang lain. Akibatnya rasa harga diri hanya muncul selama orang lain mengatakan demikian, dan hilang saat orang mengabaikannya.
Level keempat dalam hirarki adalah kebutuhan akan penghargaan atau pengakuan (esteem needs). Maslow membagi level ini lebih lanjut menjadi dua tipe, yakni tipe bawah dan tipe atas. Tipe bawah meliputi kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, perhatian, reputasi, kebanggaan diri, dan kemashyuran. Tipe atas terdiri atas penghargaan oleh diri sendiri, kebebasan, kecakapan, keterampilan, dan kemampuan khusus (spesialisasi). Apa yang membedakan kedua tipe adalah sumber dari rasa harga diri yang diperoleh. Pada self esteem tipe bawah, rasa harga diri dan pengakuan diberikan oleh orang lain. Akibatnya rasa harga diri hanya muncul selama orang lain mengatakan demikian, dan hilang saat orang mengabaikannya.
Situasi tersebut tidak akan terjadi pada self esteem tipe atas. Pada tingkat ini perasaan berharga diperoleh secara mandiri dan tidak tergantung kepada penilaian orang lain. Dengan lain kata, sekali anda bisa menghargai diri anda sendiri sebagai apa adanya, anda akan tetap berdiri tegak, madheg pandhito, bahkan ketika orang lain mencampakkan anda! Aktualisasi diri
Inilah puncak sekaligus fokus perhatian Maslow dalam mengamati hirarki kebutuhan. Terdapat beberapa istilah untuk menggambarkan level ini, antara lain growth motivation, being needs, dan self actualization.
Maslow melakukan sebuah studi kualitatif dengan metode analisis biografi guna mendapat gambaran jelas mengenai aktualisasi diri. Dia menganalisis riwayat hidup, karya, dan tulisan sejumlah orang yang dipandangnya telah memenuhi kriteria sebagai pribadi yang beraktualisasi diri. Termasuk dalam daftar ini adalah Albert Einstein, Abraham Lincoln, William James, dam Eleanor Roosevelt.
Berdasar hasil analisis tersebut, Maslow menyusun sejumlah kualifikasi yang mengindikasikan karakteristik pribadi-pribadi yang telah beraktualisasi:
1.Memusatkan diri pada realitas (reality-centered), yakni melihat sesuatu apa adanya dan mampu melihat persoalan secara jernih, bebas dari bias.
2.Memusatkan diri pada masalah (problem-centered), yakni melihat persoalan hidup sebagai sesuatu yang perlu dihadapi dan dipecahkan, bukan dihindari.
3.Spontanitas, menjalani kehidupan secara alami, mampu menjadi diri sendiri serta tidak berpura-pura.
4.Otonomi pribadi, memiliki rasa puas diri yang tinggi, cenderung menyukai kesendirian dan menikmati hubungan persahabatan dengan sedikit orang namun bersifat mendalam.
5.Penerimaan terhadap diri dan orang lain. Mereka memberi penilaian tinggi pada individualitas dan keunikan diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain orang-orang yang telah beraktualisasi diri lebih suka menerima kamu apa adanya ketimbang berusaha mengubah diri kamu.
6.Rasa humor yang ‘tidak agresif’ (unhostile). Mereka lebih suka membuat lelucon yang menertawakan diri sendiri atau kondisi manusia secara umum (ironi), ketimbang menjadikan orang lain sebagai bahan lawakan dan ejekan.
7.Kerendahatian dan menghargai orang lain (humility and respect).
8.Apresiasi yang segar (freshness of appreciation), yakni melihat sesuatu dengan sudut pandang yang orisinil, berbeda dari kebanyakan orang. Kualitas inilah yang membuat orang-orang yang telah beraktualisasi merupakan pribadi-pribadi yang kreatif dan mampu menciptakan sesuatu yang baru.
9. Memiliki pengalaman spiritual yang disebut Peak experience. Peak experience atau sering disebut juga pengalaman mistik adalah suatu kondisi saat seseorang (secara mental) merasa keluar dari dirinya sendiri, terbebas dari kungkungan tubuh kasarnya. Pengalaman ini membuat kita merasa sangat kecil atau sangat besar, dan seolah-olah menyatu dengan semesta atau keabadian (the infinite and the eternal). Ini bukanlah persoalan klenik atau takhayul, tetapi benar-benar ada dan menjadi kajian khusus dalam Psikologi Transpersonal, suatu (baru klaim) aliran keempat dalam ilmu psikologi setelah psikoanalisis, behaviorisme, dan humanisme, yang banyak mempelajari filosofi timur dan aspek-aspek kesadaran di luar kesadaran normal (Altered States of Consciousness, ASC). Peak experience bisa jadi merupakan argumen ilmiah yang valid untuk menjelaskan fenomena para rasul yang menerima wahyu dari Allah, atau pengalaman sufistik bersatunya diri dengan suatu suatu obyek (merging, dalam hal ini dengan Illah-nya), yang dikenal dengan istilah Jawa Manunggaling Kawula lan Gusti (ini sekadar opini penulis).
Melihat berbagai kualifikasi yang ‘sulit’ tersebut, tidak heran kalau tidak banyak orang di dunia ini yang mencapai level aktualisasi diri. Maslow bahkan mengatakan kalau jumlah pribadi-pribadi yang telah beraktualisasi diri tidak lebih dari dua persen saja dari seluruh populasi dunia! Tidak usah terlalu dipikirkan. Bisa mencapai taraf aktualisasi diri memang bagus, tetapi untuk sekadar bisa merasa bahagia dan menikmati hidup, kita hanya perlu menjadi diri sendiri apa adanya dan bermanfaat bagi orang lain.
Teori Keserasian.
Tidak sedikit jawaban dan alasan yang terlontar dari bibir orang-orang yang hancur berantakan hubungannya, baik dengan pacar, kawan maupun isteri lantaran tidak adanya kecocokan dan keserasian di antara mereka. Hal ini dikarenakan oleh niat awal dalam mengadakan hubungan adalah untuk mencari kecocokkan dan keserasian, sedangkan mereka sendiri tidak menyadari apa itu cocok ,serasi, selaras, harmonis ataupun pantas. Dengan kata lain, adanya kerancuan dalam memaknai kata tersebut yang selalu diartikan sebagai kesamaan dan persamaan, sehingga pada saat hubungan terjalin, yang mereka dapatkan hanyalah perbedaan yang akan menjadikan mereka semakin berbeda dari sebelumnya. Akibatnya bisa menimbulkan permusuhan, perceraian dan hal yang sangat negatif. Untuk itu, sedikit gambaran dan masukan tentang keserasian agar keharmonisan hidup dalam mencapai kebahagiaan dapat teraih ataupun mendekatinya.
Dalam kamus bahasa Indonesia, arti kata serasi dan selaras berkisar antara seimbang, perpaduan, mencampur atau mengkombinasi, sedangkan kata cocok berarti memasukkan bagian ke celah-celah bagian yang lain, adapun kata pantas berarti patut atau layak dan kata pas yang sering kali diartikan sebagai cocok adalah kependekan dari kata pas-angan. Kesemua arti yang ada tidak menunjukkan pada arti persamaan dan kesamaan, namun menunjukkan bahwa persamaan dan kesamaan itu lahir karena adanya perpaduan dan keseimbangan.
Menjalin hubungan dengan orang lain, berarti memadukan atau mencampur dua budaya, watak, sifat dan latar belakang yang berbeda dalam keseimbangan untuk mencapai keharmonisan dan kebahagiaan. Tidak terlepas dari pemahaman akan perbedaan yang ada untuk saling mengisi dan melengkapi. Apabila perpaduan tersebut seimbang maka dengan sendirinya akan melahirkan keharmonisan, dan apabila tidak adanya keseimbangan maka hubungan tersebut akan menemui kegagalan dan kehancuran. Pengertian dan pemahaman akan perbedaan yang ada adalah modal utama terwujudnya keseimbangan.
Kekeliruan dalam memaknai kata serasi, selaras dan cocok akan berakibat orang tersebut tidak tegap pendirian dalam menjalin hubungan, kekanak-kanakan dalam bertindak, bahkan suka mengada-ada persamaan dengan orang lain agar terjalin hubungan. Misalanya, seorang wanita berkata, saya sukanya ini dan suka yang kaya begini, seorang pria yang ingin menjalin hubungan dengannya terpaksa harus mengada-ada kalu dia juga suka ini dan begini, padahal kenyataanya tidaklah demikian, hingga pada saat semakin eratnya hubungan, nampaklah asli batang hidungnya yang akan sangat mengecewakan dan dianggap sebagai penipuan serta pengkhianatan. Hal ini karena kecocokan diartikan sebagai kesamaan.
Perpaduan antara dua sifat, watak dan jenis yang berbeda adalah hal yang susah-susah gampang dan mungkin terkesan hal yang mustahil, namun yang perlu diingat dan selalu digarisbawahi bahwa segala sesuatu pasti mempunyai persamaan dan perbedaan yang kadarnya pun berbeda, dan segala sesuatu yang diciptakan berpasang-pasangan adalah perpaduan dua bentuk dan jenis yang sangat berbeda, atas dan bawah atau kiri dan kanan dan lainnya yang berpasangan pasti mempunyai perbedaan, perhatikan saja tangan anda dan bedakan antara yang kiri dan yang kanan, bila dicermati dengan seksama, perbedaan tersebut akan terlihat jelas. Tangan kanan akan terlihat keras berotot, kurang mulus serta banyak bercak dan noda, sedangkan tangan yang kiri terlihat manis, mulus, agak keputihan, dan terkesan manja. Padahal keduanya adalah sama jenis, bentuk dan satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari badan, apalagi bila pasangan tersebut bukan dari jenis, unsur dan bentuk yang sama seperti halnya langit dan bumi, contoh lain pun dapat dilihat pada anak kembar yang mana jelas dan pasti ada perbedaanya. Bila hal ini disadari, akan mempermudah untuk saling mengerti dan memahami dalam menjaga kelangsungan hubungan. Dan hasil dari perpaduan yang dilandasi oleh keseimbangan dalam artian saling mengisi, mengerti dan melengkapi inilah yang akan melahirkan adanya persamaan yang harmoni.
Seorang kekasih dan pasangannya haruslah menyadari akan hal ini agar hubungannya dapat berlangsung hingga ke perkawinan, dan seorang suami-istri haruslah mengetahui dengan benar bahwa perkawinan adalah perpaduan atau penggabungan antara dua jenis dan bentuk yang berbeda dalam mencari kesamaan untuk meraih kebahagiaan, ibarat perkawinan antara tikus dan kelinci yang melahirkan hemster. Jika hubungan tersebut hanya mencari persamaan dan kecocokan, maka selamanya tidak akan pernah terjalin hubungan, kalaupun terjalin, hal itu tidaklah akan bertahan lama, karena akan membuatnya terus dan terus mencari yang sama dan serupa dengannya, padahal tidak menyadari bahwa segala sesuatu tidaklah sama. Dan persamaan itu akan sering dijadikan alasan untuk tidak berani menjalin hubungan juga alasan sebagai dalih dalam menghancurkan hubungan. Dan sebaliknya, jika hubungan tersebut dilandasi oleh pengetahuan akan perpaduan dan keseimbangan antara dua bentuk yang berbeda maka hubungan tersebut akan menghasilkan kebahagiaan baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
“Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali Imran [3]: 159).
Salah satu ajaran akhlak yang paling utama bagi seorang Muslim adalah sikap kasih sayangnya. Ini mengingat Islam merupakan rahmatan lil alamin, agama yang mencurahkan kasih sayang bagi seluruh alam. Ajaran yang membebaskan manusia dari jeratan nafsu angkara menuju perdamaian yang menyejukkan.
Sederet manusia keras telah menjadi palang pintu utama perjuangan syiar setelah mendapat sentuhan lembut Islam. Antara lain, Umar bin Khathab yang berjuluk Singa Padang Pasir. Cahaya hidayah membuat keberaniannya bernilai ibadah di medan juang.
Khalid bin Walid, sebelum bersyahadat ia adalah lakon penting di balik kekalahan kaum Muslimin di medan perang Uhud. Tapi, bukan hunusan pedang yang membuatnya bertekuk lutut, namun kelembutan dakwahlah kemudian mengubahnya sebagai pejuang Mukmin sejati.
Rasulullah SAW tak membutuhkan kilatan pedang untuk menundukkan orang yang berhati keras. Cukup menyiraminya dengan kasih sayang. Pesona kelembutan sanggup melelehkan hati yang membatu sekalipun.
Khalid bin Walid, sebelum bersyahadat ia adalah lakon penting di balik kekalahan kaum Muslimin di medan perang Uhud. Tapi, bukan hunusan pedang yang membuatnya bertekuk lutut, namun kelembutan dakwahlah kemudian mengubahnya sebagai pejuang Mukmin sejati.
Rasulullah SAW tak membutuhkan kilatan pedang untuk menundukkan orang yang berhati keras. Cukup menyiraminya dengan kasih sayang. Pesona kelembutan sanggup melelehkan hati yang membatu sekalipun.
Yusuf Ali melukiskan bahwa karena sifat Rasulullah SAW yang begitu lemah lembut, menyebabkan semua orang menaruh rasa sayang kepadanya. Inilah salah satu rahmat Allah SWT.
Tak pernah ada yang lebih berharga bagi Rasulullah SAW daripada sifat yang lemah lembut penuh kasih sayang, dan kesabaran yang begitu besar menghadapi kemarahan manusia.
Tak pernah ada yang lebih berharga bagi Rasulullah SAW daripada sifat yang lemah lembut penuh kasih sayang, dan kesabaran yang begitu besar menghadapi kemarahan manusia.
Islam sangat memerhatikan kecerdasan sosial umatnya. Di manapun berada, kehadiran seorang Muslim hendaknya menjadi penyejuk yang mendamaikan. Kedatangannya dinanti dengan penuh harapan, kepergiannya ditunggu untuk kembali.
Bukankah agama mulia ini berkembang pesat berkat perilaku santun pemeluknya yang lekas menarik simpati berupa untaian indah akhlak dan kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Etika sosial sangat dijaga. Harkat kemanusiaan tetap terpelihara dalam bingkai kasih sayang.
Andai dikedepankan cara-cara kekerasan, maka betapa banyak lahir barisan yang rajin memupuk dendam. Keharmonisan menjadi sesuatu yang sulit digapai. Karena itu, bulan Ramadhan merupakan momentum tepat untuk meningkatkan saling kasih sayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar